AKHIR PENANTIAN; CATATAN MANIS PTSL DESA SIMOREJO KECAMATAN KANOR (PART I)

Simorejo merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Kanor. Desa yang di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Temu Kecamatan Kanor, sebelah Timur dengan Desa Sembunglor Kecamatan Baureno, sebelah selatan dengan Desa Bungur Kecamatan Kanor, dan sebelah barat dengan Desa Sumberwangi Kecamatan Kanor, dan Desa Prigi Kecamatan Kanor ini pada akhir tahun 2019 berpenduduk lebih kurang 3.785 jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas 1.916 laki-laki dan 1.868 perempuan yang terbagi dalam 1.219 kepala keluarga yang hampir 90 % penduduk Desa Simorejo berprofesi sebagai petani. Jumlah yang lumayan besar sesuai dengan luas wilayah, lebih kurang 3.629.000 meter persegi yang terbagi dalam 16 blok pajak bumi dan bangunan.

Wilayah yang cukup luas tersebut terbagi menjadi lebih kurang 2.546 petak berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) pada tahun 2019 dan 2020. Dari ribuan petak tersebut ada yang dimiliki oleh warga Desa Simorejo Kecamatan Kanor dan ada juga yang dimiliki oleh penduduk luar Desa Simorejo, baik melalui waris maupun jual beli. Demi kejelasan status tanah atau sawah yang ada di Desa Simorejo, Pemerintah Desa Simorejo Kecamatan Kanor mengambil inisiatif untuk mengajukan sebagai tempat dilaksanakannya Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Gayung pun bersambut, pada tahun 2019 Simorejo merupakan salah satu desa yang menerima program PTSL di Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.

Program PTSL diawali dengan sosialisasi kepada warga Desa Simorejo Kecamatan Kanor yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bojonegoro didampingi pihak Kejaksaan Bojonegoro, dan Polres Bojonegoro. Melalui sosialisasi ini masyarakat bisa memahami syarat pendaftaran PTSL dan berbagai hal penting lainnya. Masyarakat juga bisa bertanya tentang pertanahan dan PTSL langsung kepada ahlinya. Proses sosialisasi ini berlangsung lancar dan aman.

Tahap selanjutnya adalah proses pendaftaran. Proses ini dilaksanakan di sekretariat panitia, yaitu Kantor Desa Simorejo. Masyarakat atau pendaftar datang ke sekretariat panitia dengan membawa berkas yang diperlukan. Selanjutnya, berkas tersebut diverifikasi oleh panitia. Pada proses ini banyak berkas yang ditolak karena tanah atau sawah yang didaftarkan ternyata sudah bersertifikat. Bukan suatu kesengajaan karena banyak warga yang tidak mengetahui tanah atau sawah yang dimiliki telah bersertifikat. Sangat wajar karena banyak tanah atau sawah yang disertifikatkan pada tahun 1970-an atau sudah sangat lama. Bisa jadi pemilik sekarang tidak mengetahui bahwa tanah atau sawah miliknya telah bersertifikat karena sertifikat telah hilang. Sementara itu, pemilik sebelumnya tidak memberi tahu bahwa tanah atau sawah tersebut sudah pernah disertifikatkan. Akan tetapi, tidak sedikit pula warga yang sudah mengetahui tanah atau sawahnya telah bersertifikat dan ikut mendaftar. Oleh karena biaya PTSL ini sangat murah sehingga banyak warga yang telah memiliki sertifikat tergoda untuk mendaftar PTSL.

Kejelian dan ketelitian panitia sangat diperlukan dan menjadi kunci keberhasilan pada proses ini. Bertanya kepada beberapa pihak yang dianggap mengetahui seluk beluk tanah hingga menelaah peta yang ada di kantor desa merupakan salah satu cara panitia PTSL untuk mengecek sudah atau belumnya suatu bidang tanah bersertifikat. Jika hal tersebut belum bisa membantu, data yang ada BPN menjadi jalan lain untuk pengecekan.

Tahap selanjutnya adalah pengukuran bidang tanah atau sawah. Pada program PTSL ini seluruh tanah dan sawah yang ada di Desa Simorejo diukur ulang. Pada proses ini tim ukur yang diturunkan oleh BPN Kabupaten Bojonegoro berasal dari Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi (KJSKB) Azis Djabbarudin dan Rekan. Ada tiga tim yang diturunkan oleh KJSKB Azis Djabbarudin dan Rekan sehingga proses pengukuran berjalan lancar. Banyak cerita yang terjadi saat proses pengukuran ini. Oleh karena proses ukur dilaksanakan pada musim hujan, tidak jarang petugas dari desa harus masuk blumbang atau genangan air. Ada juga yang tanpa sengaja kecebur ke sawah sehingga baju dan celana yang dikenakan pun basah kuyup.

Tidak jarang pula terjadi selisih paham antara petugas dari desa dan tim ukur seperti terjadi di perbatasan antara Dusun Simo dan Dusun Patoman, tepatnya di bawah pohon bambu (papringan). Ketegangan tersebut tidak berlangsung lama dan berakhir dengan canda serta tawa. Dari ketegangan seperti itu terdapat pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga. Terima kasih untuk pelajaran dan pengalaman yang diberikan. Pelajaran tersebut akan teringat ketika masalah yang sama mungkin terulang.

Cuaca yang sering berubah-ubah, kadang matahari bersinar dengan terik, kadang mendung menggelantung, dan kadang hujan turun rintik-rintik hingga sangat deras. Cuaca yang berubah-ubah tersebut tidak menjadi penghalang kesuksesan tahap pengukuran dan akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan sepanjang hidup. Kondisi tubuh panitia dan tim ukur harus senantiasa terjaga agar tidak jatuh sakit.

Pada istirahat makan siang tim ukur dan panitia PTSL menikmati jamuan makan bersama. Meskipun tidak mewah, tetapi moment ini dijadikan sebagai ajang untuk mempererat dan mengakrabkan diri antara tim desa dan tim ukur dari KJSKB Aziz Djabbarudin dan Rekan. Cerita selama proses ukur pun mengalir deras disertai dengan canda dan tawa yang menambah keakraban antarpanitia. Ada cerita lucu yang disambut derai tawa panitia desa dan tim ukur KJSKB. Ada pula cerita mengharukan seperti panitia yang harus melewati jembatan bambu yang membentang di atas sungai atau saluran. Kondisi hujan menyebabkan jembatan tersebut menjadi licin dan diperlukan kehati-hatian untuk melewatinya. Keakraban seperti ini yang mungkin tidak akan dirasakan lagi seiring selesainya kegiatan PTSL. Akan tetapi, moment seperti ini akan diingat sepanjang hayat dan tidak akan terulang untuk kedua kalinya. (Bersambung)

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*